Kamis, 17 Juli 2014

Apa Manfaat Teknologi Satelit Bagi Indonesia ?

Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia. Memiliki kurang lebih 17.850 pulau dengan penduduk sebanyak 237 juta jiwa [1] sehingga dikenal juga sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Oleh karena itu, Indonesia sangat membutuhkan teknologi satelit karena setidaknya ada tiga hal mendasar yang memberikan keuntungan bagi Indonesia. Yang pertama, sebagai infrastruktur komunikasi yang menyatukan komunikasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang kedua, sebagai katalis perkembangan ekonomi Indonesia, dan yang ketiga memberikan trigger semangat masyarakat indonesia untuk dapat secara mandiri menguasai teknologi khususnya teknologi satelit.

Gambar Peta Indonesia

Jika kita melihat sejarah perkembangan teknologi satelit di Indonesia, pada Februari 1975 Indonesia mendeklarasikan program satelit PALAPA. Program tersebut mengukuhkan Indonesia menjadi salah satu negara berkembang pertama di dunia yang menggunakan teknologi satelit untuk keperluan komunikasi nasional. Sehingga tujuan umumnya ialah menyatukan komunikasi Indonesia dari Sabang hingga Marauke. Seperti yang kita ketahui Indonesia merupakan negara kepulauan dan rawan bencana alam sehingga membutuhkan alat komunikasi handal yang dapat menghubungkan komunikasi dari satu pulau ke pulau lainnya.


Potensi Aplikasi Teknologi Satelit Bagi Indonesia

Selain komunikasi, teknologi satelit juga dapat membantu petani memberikan informasi mengenai ketahanan pangan, cuaca, iklim, fasa panen padi, dan dapat memberikan perkiraan atau estimasi lahan padi dari data pencitraan satelit. Sehingga berpotensi meningkatkan produksi pertanian di Indonesia. Selain itu aplikasi pencitraan satelit juga dapat digunakan untuk memonitor wilayah kelautan untuk kebutuhan nelayan dalam mencari ikan. Sehingga waktu yang dibutuhkan nelayan untuk mencari ikan dapat dioptimalkan. Khusus mengenai pertahanan, pemetaan satelit juga dapat digunakan untuk memantau wilayah-wilayah Indonesia yang strategis. 


Aplikasi Satelit Komunikasi [2]


Dalam hal perekonomian dengan adanya kemampuan penguasaan teknologi satelit yang dikenal "highly added value technology" dapat menjadi lokomotif untuk terciptanya industri turunan lainnya seperti semikonduktor, pembangkit listrik tenaga surya, material, elektronika, dll. Sehingga diharapkan industrialisasi Indonesia secara keseluruhan dapat meningkat.

Aplikasi Pengindraan Jauh Satelit bagi Pertanian [3]


Yang terakhir teknologi satelit dapat memacu masyarakat Indonesia secara umum untuk menguasai secara mandiri teknologi khususnya mengenai satelit. Sehingga memberi harapan dan kebanggaan Indonesia untuk menjadi salah satu negara terdepan. 

Referensi :

[1]http://www.bps.go.id/eng/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=12

[2]http://visual.merriam-webster.com/communications/communications/broadcast-satellite-communication.php

[3]http://news.satimagingcorp.com/2008/06/agriculture_crop_management_and_production_improved_by_satellite_remote_sensing_technology_and_geographic_information_systems_gis.html

Kamis, 18 Oktober 2012

Mahasiswa ITB Raih Penghargaan Hermann Oberth Award pada Konferensi IAC 2012

NAPOLI, itb.ac.id - Mahasiswa Program Studi Aeronotika dan Astronotika ITB, Hagorly Mohamad Hutasuhut, berhasil meraih prestasi membanggakan pada Konferensi International Astronautical Congress (IAC) 2012 di Napoli, Itali pada 1-5 Oktober 2012 lalu. Hagorly meraih penghargaan Gold Medal Hermann Oberth Award untuk kategori Undergraduated Student.

"Sebagai satu-satunya perwakilan mahasiswa dari Indonesia, penghargaan tersebut merupakan penghargaan yang cukup membanggakan karena paper-paper yang dipresentasikan di salah satu premier acara konferensi tahunan mengenai teknologi antariksa tersebut telah melewati seleksi yang cukup ketat," ujar Hagorly.



Berawal dari Tugas Akhir



Paper yang membawa Hagorly pada prestasi membanggakan tersebut berawal dari Tugas Akhir yang dikembangkan. Ia beserta rekannya, Bagus Adiwiluhung Riwanto (Teknik Elektro ITB) dengan dosen pembimbing Dr. Rianto Adhy Sasongko dan Dr. Ridanto Eko Poetro mengusung paper yang berjudul "HIL Simulation of Spin Stabilized Spacecraft Dynamics by Two Degree of Freedom Gyroscope Simulator".

Abstrak karya tersebutlah yang dikirimkan pada tahap awal hingga berhasil diterima dan dipresentasikan pada bagian Student Conference di International Astronautical Congress (IAC 2012) di Napoli, Itali. Selain Hagorly, terdapat 6 orang perwakilan dari Indonesia lainnya yang mengikuti acara tersebut yang merupakan perwakilan dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), INDOVISION, dan beberapa peneliti dari Indonesia.



Konferensi Penting



IAC 2012 merupakan konferensi teknologi penerbangan antariksa tahunan yang melibatkan ilmuwan, pusat riset dari berbagai universitas, agensi, dan industri mengenai teknologi antariksa di seluruh dunia. Selama International Astronautical Congress (IAC) berlangsung ada beberapa kegiatan utama yang diselenggarakan seperti Technical Programme, UN/IAF Workshop, serta Public Programme.

Technical Programme adalah acara simposium IAC yang terdiri dari berbagai paper yang ditulis oleh komunitas antariksa, dan telah diseleksi selama pertemuan International Astronautical Federation (IAF) Programme Committee. Sementara itu UN/IAF Workshop adalah acara yang mempertemukan para generasi muda, anggota parlemen.

IAC merupakan konferensi yang tidak hanya membahas mengenai teknologi dirgantara khususnya mengenai antariksa, namun juga sampai kepada space-law (hukum antariksa, red) dan bisnis mengenai industri ini. IAC menjadi salah satu konferensi premier mengenai antariksa, sekaligus satu-satunya acara tahunan yang dapat mempertemukan ketua space agency dari seluruh dunia seperti NASA (Amerika), ESA (Eropa), JAXA (Jepang), dan Roscosmos (Rusia).

"Pada saat closing ceremony diluar dugaan saya mendapatkan penghargaan Gold Medal Hermann Oberth Award untuk kategori Undergraduate Student. Penghargaan tersebut pertama kalinya diterima mahasiswa dari Indonesia," ungkapnya.

International Astronautical Federation (IAF) : http://www.iafastro.org/

Sumber : http://www.itb.ac.id/news/3710.xhtml

Dokumentasi tambahan :



Kamis, 31 Mei 2012

Iinusat-01 Case Study



Iinusat-01 Simulation was presented in Workshop INSPIRE (INDONESIAN NANO SATELLITE), Hotel Jayakarta, Bandung.


Simulation :
  1. Launch phase
  2. Orbit insertion phase
  3. Operation phase

Sabtu, 19 Mei 2012

Resume Asian Winter School 2011 (Sokendai - ISAS/JAXA)


Jam 9 kita (Saya, Amrul PN06, Sahril PN06, dan Hagorly PN07) berangkat dengan bus menuju Sagamihara Campus untuk memulai acara hari I. Tempat ini merupakan kampus dari SOKENDAI yang sekaligus merupakan kampus riset dari ISAS/JAXA. Kampus ini terbuka untuk dikunjungi oleh masyarakat. Selain di Sagamihara ini, ada juga space center di Tsukuba (tempat riset), Chofu (tempat exhibition), dan Uchinoura (tempat peluncuran roket).

ISAS, Sagamihara Campus
Acara dimulai pukul 10 dengan seremonial pembukaan oleh salah satu deputi ISAS/JAXA. Kemudian diikuti dengan lecture series dari pengajar dan peneliti di Sagamihara Campus. Selama acara kita didampingi oleh seorang staf dari ISAS yaitu Fukayama-san dan Assoc. Prof. Yoshitsugu Sone.
Materi pertama diisi oleh Assoc. Prof. Satoshi Tanaka dari Department of Planetary Science. Materi yang dibawakan beliau memang lebih kepada penjelasan tentang struktur internal pada solid planets meskipun belia bercerita juga tentang Kaguya  dan Hayabusa. Kaguya adalah lunar orbiter yang akhirnya crash di bulan sedangkan Hayabusa yaitu unmanned spacecraft yang bertujuan mengambil sample asteroid Itokawa. Sepertinya mereka sangat membanggakan misi dari Hayabusa ini karena memang ini adalah sample objek luar angkasa pertama yang bisa diambil selain sampel dari bulan. Sampai-sampai Hayabusa ini dibuat tiga buah filmnya, dengan tempat pengambilan gambar diantaranya di ruangan presentasi ini. (Film pertamanya yang saya tonton bahkan berdurasi 2 jam 20 menit -___-)

Replika Hayabusa, ISAS Sagamihara
Setelah break istirahat, materi selanjutnya tentang small satellite yang dibawakan oleh Assoc. Prof. Shujiro Sawai. Beliau adalah project manager untuk small satellite di ISAS. Inilah materi paling menarik selama acara berlangsung meskipun small satellite yang dimaksud cukup besar juga (ukuran 250-350 kg). Beliau ahli pada bidang attitude control pada rocket dan satelit dan juga control system satelit. Belakangan saya tahu bahwa salah satu project beliau yang sangat wah yaitu engine pada Akatsuki (Venus climate orbiter) dan juga target marker pada Hayabusa (target marker digunakan sebagai penanda pendaratan dari Hayabusa).

Target marker yang merupakan kumpulan “kacang” (http://www.jaxa.jp/article/special/hayabusa/sawai_e.html)
Salah satu tantangan pada target marker Hayabusa yaitu kita sulit meletakkan sebuah objek yang bisa dijadikan sebagai penanda pada asteroid karena gravitasi pada asteroid sangat kecil sehingga objek yang kita tembak pasti akan memantul kembali.
Pada kasus Hayabusa, beliau terisnpirasi pada otedama yaitu sebuah mainan tradisional Jepang yang berupa kantong semacam kacang. Prinsipnya yaitu energi momentum dari masing-masing kacang akibat terjatuh akan saling menghilangkan karena tumbukan antara masing-masing kacang. Tentu pada Hayabusa tidak digunakan kacang :D
Beliau juga menejelaskan tentang komunikasi data yang digunakan dalam kounikasi space. Protocol yang biasa digunakan yaitu spacewire. Protocol yang pertama kali dikembangkan oleh ESA (European Space Agency) ini katanya sangat menjanjikan karena kecepatan data yang tinggi. Sekarang tidak hanya ESA saja yang menggunakan protocol ini, tetapi juga NASA, JAXA, dan RKA (badan antariksa Rusia). Menurut beliau, kejadian malfunction pada satelit paling sering disebabkan oleh kegagalan pada baterai yaitu sekitar 50%.
Sauasana ruangan dengan lampu yang dimatikan dan juga kelelahan karena keluar malam tadi membuat mode tidur langsung ON. Ternyata tidak hanya terjadi pada saya, tetapi juga dengan Bang Amrul yang tiba-tiba membuat suasana ruangan menjadi ger-geran :D
Sesi ketiga disampaikan oleh Assoc. Prof. Iku Shinohara, Department of Space Science Information Analysis. Beliau merupakan project manager dari GEOTAIL yang pada tahun ini berusia 20 tahun. GEOTAIL adalah satelit pengamat magnetosphere bumi yang dikembangkan oleh ISAS bekerjasama dengan NASA. . Meskipun cukup tua, sekarang satelit ini masih dalam keadaan sehat dan masih berfungsi normal. Meskipun sempat mengalami gerhana selama >4 jam, baterai dan perekam yang ada masih berfungsi tanpa menunjukkan penurunan kinerja dan hanya mengalami sedikit masalah minor pada instrument tetapi tidak berakibat pada perubahan data output
Sesi terakhir merupakan sesi tour ke fasilitas yang ada di kampus ini. Kita diajak untuk melihat proses pembuatan satelit (saya kurang tahu  satelit apa yang sedang mereka kerjakan saat itu). Karena tidak diperbolehkan mengambil gambar maka tidak ada gambar dokumentasi di sini. Proses pembuatan dilakukan di clean room yang saya rasa sangat luas, mungkin seukuran gedung CC.


Sesi hari pertama baru selesai pada pukul 18.00. Karena jadwal yang sangat padat, hampir tidak ada sesi jalan-jalan mandiri yang bisa kita lakukan. Bahkan keinginan saya untuk ke Tokyo Tower pun gagal. Malam ini kita bersama dengan Bang Ridlo PN06, yang sedang mengambil doktoral di TMU, hanya keluar keliling Machida sebentar hanya untuk makan karena rencana untuk mencari toko yang menjual barang bekas di sekitaran Machida pun gagal (peta reltime yang ada tidak jelas).

Sumber : Anggrit Dewangkara Yudha Pinangkis (http://anggritdewangkara.wordpress.com/)

Minggu, 13 Mei 2012

ISRO to Launch Indonesian Satellite

The Indian Space Research Organisation (ISRO) would soon launch an Indonesian satellite into orbit on a turn-key basis, using an indigenously built launch vehicle.
The ISRO has bagged this job on the basis of the competitive rate it has offered to the Indonesian space agency. This was revealed here by Indonesian diplomatic sources on the sidelines of the Indonesian Ambassador’s interaction with some business leaders who have been invited to set up industrial units there.
The Indonesian satellite to be put in space through an ISRO launch vehicle, named IinuSat, would be for communication and weather forecasting purpose.
The IinuSat, weighing about 30 kilogrammes, is being made by students of six universities in Indonesia and the technical experts have already arrived at the Vikram Sarabhai Space Centre (VSSC) in Thiruvananthapuram for its integration with the launch vehicle.
The ISRO would be paid a fee of 100,000 Euros for the launch, said Son Kuswadi, Education Attache in the Indonesian Embassy in India. The launch is scheduled in early 2013, he revealed.
Indonesian Ambassador Lt General (R) Andi M Ghalib told business leaders here that there is a huge scope for strategic partnership with his country in the fields of plastics, automobiles, textiles and I-T related industries.
India and Indonesia share an age-old culture and tradition, the Ambassador said, adding that more Indians should invest there as a population of 240 million offers a strong domestic market.

Senin, 07 Mei 2012

Metode Pengendalian Spin Stabilized

Di artikel sebelumnya telah dijelaskan mengenai dasar metode spin stabillized yaitu metode pengendalian yang memanfaatkan kestabilan giroskopik sehingga dapat menahan gangguan pada dua sumbu (selain sumbu putarnya). Putaran tersebut akan stabil jika wahana antariksa diputar pada sumbu yang memiliki inersia terbesar, sehingga jika diumpamakan sebuah piring dan pensil sebagai wahana antariksa maka putaran piring akan lebih stabil dibandingkan putaran pensil. 


Metode ini dapat dikategorikan menjadi tiga buah jika ditinjau dari sumbu putarnya :


1) Oblate : putaran pada sumbu inersia terbesar


2) Prolate : putaran pada sumbu inersia terkecil


3) Intermediate : putaran pada sumbu inersia sedang



Namun kenyataannya jika ingin menstabilkan suatu roket/wahana antariksa sangat sulit untuk dapat distabilkan pada sumbu putar dengan inersia terbesar (oblate). Ini dikarenakan optimalisasi desain dan keterbatasan konfigurasi suatu wahana antariksa. sehingga hampir semua roket atau wahana antariksa dilakukan "spinning" pada sumbu prolate atau intermediatenya. Kajian lebih lanjut seperti berapa kecepatan putar yang dibutuhkan untuk dapat menstabilkan dan mencounter torsi gangguan yang terjadi pada wahana antariksa ? Seberapa jauh perbedaan kestabilan jika diputar pada oblate dan prolate ? Analisis ini dapat dilakukan dengan alat bantu berupa gyroscope yang rigid atau biasa disebut gyrostat. 


Video mengenai gyroscopically stabillized : 



Video mengenai gyroscopes : 



----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
fyi : kenyataannya bumi yang kita tinggali ini juga berputar pada sumbu dengan inersia terbesar. Yaitu oblate pada sumbu Z (sekitar polar axis). Sehingga selain stabil, distribusi panas/thermal matahari pun akan tetap merata.. 


The Earth is roughly an oblate spheroid, with the bulge occurring at the equator. Let A be the moment of inertia along an equatorial axis, and let C be the moment of inertia about the polar axis. Then Lambeck (1980) gives

A : 8.008 x 10^37 kg m^2

C : 8.034 x 10^37 kg m^2



Metode Pengendalian Wahana Antariksa

Untuk dapat mengendalikan ada tiga metode yang biasa digunakan yaitu :

  • Metode pasif
  • Metode spin-stabillized
  • Metode aktif

Metode pasif ini memanfaatkan distribusi massa dan inersia saja agar satelit tetap stabil mengarah ke bumi. Hal ini disebabkan karena suatu benda akan cendrungan segaris pada sumbu longitudinalnya yang mengarah ke pusat massa bumi. Sehingga jika suatu wahana antariksa yang memiliki distribusi massa yang besar di sepanjang sumbu longitudinalnya akan menghasilkan torsi atau momen gravitasi sehingga wahana antariksa akan tetap stabil mengarah ke bumi, namun tidak memberi pengaruh pada sumbu yaw. Maka suatu wahana antariksa yang menggunakan metode ini biasanya memanfaatkan konfigurasi boom untuk menghasilkan inersia yang diinginkan. Contoh satelit yang menggunakan metode pasif ialah satelit oersted pada gambar 1.

Gambar 1 Satelit Orsted (sumber : Encyclopedia Astronautica)

Metode spin-stabillized ini pada dasarnya metode pengendalian yang memanfaatkan kestabilan giroskopik sehingga dapat menahan gangguan pada dua sumbu (selain sumbu putarnya). Putaran tersebut akan stabil jika wahana antariksa diputar pada sumbu yang memiliki inersia terbesar, sehingga jika diumpamakan sebuah piring dan pensil sebagai wahana antariksa maka putaran piring akan lebih stabil dibandingkan putaran pensil. 

Gambar 2 Satelit Palapa (sumber : NASA)

Penggunaan metode ini bisa lebih mudah dibandingkan metode lain, sebab dapat bertahan dalam jangka panjang, putaran bermanfaat bagi distribusi termal, dan menyediakan scanning putaran bagi sensor. Secara prinsip kekurangan dari metode ini adalah massa dan inersia wahana antariksa harus selalu dikontrol supaya memastikan wahana antariksa tetap berputar pada sumbu yang diinginkan, ketika ingin berubah orientasi wahana antariksa membutuhkan bahan bakar lebih banyak dibandingkan wahana antariksa yang tidak menggunakan metode ini. Contoh satelit yang menggunakan metode spin-stabillized ialah satelit palapa pada gambar 2.

Metode aktif saat ini lebih banyak digunakan dibandingkan dua metode sebelumnya. Wahana antariksa dapat melakukan manuver secara akurat dan stabil, dengan menggunkana sensor dan aktuator. Namun metode ini lebih mahal, lebih kompleks, dan relatif masih beresiko dibandingkan dua metode sebelumnya. Torsi kontrol pada ketiga sumbu wahana antariksa dihasilkan dari salah satu atau kombinasi roda momentum, cmg (control moment gyro), thruster, atau magnetic torquer. Contoh satelit yang menggunakan metode aktif ialah wahana antariksa hubble pada gambar 3.

Gambar 3 Wahana Antariksa Hubble (sumber : 3dastronomer)